Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Februari 2013 -
Baca: Mazmur 51:1-21
"Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah." Mazmur 51:19
Sebelum menjadi bejana yang indah dan berharga, tanah liat harus
mengalami proses pembentukan yang dikerjakan oleh seorang penjunan
(tukang gerabah). Tanah liat itu terlebih dahulu harus dihancurkan,
dibuang kerikil-kerikilnya, lalu diolah dan harus melewati proses
pembakaran. Begitu juga dengan sebidang tanah. Sebelum benih dapat
disemaikan, seorang petani harus terlebih dahulu mengolah tanahnya
dengan cangkul dan bajak, kemudian mengairinya dan barulah tanah
tersebut siap untuk ditanami.
Setiap anak Tuhan yang rindu dipakai sebagai alat kemuliaan Tuhan tak luput dari proses pembentukan. "Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu." (Yesaya 64:8). Jadi, "Adakah tanah liat berkata kepada pembentuknya: 'Apakah yang kaubuat?' atau yang telah dibuatnya: 'Engkau tidak punya tangan!'"
(Yesaya 45:9b). Tidak! Kita harus memiliki penyerahan diri penuh
kepada Tuhan. Hati yang remuk dan hancur di hadapan Tuhan, serta
memiliki rasa haus dan lapar akan Dia adalah modal menggerakan hati
Tuhan, bukan hati yang dipenuhi kesombongan atau kecongkakan, sebab "Allah menentang orang yang congkak," (1 Petrus 5:5), dan Dia "...akan mematahkan kecongkakkan mereka dengan segala daya upaya mereka." (Yesaya 25:11b).
Daud saat menulis mazmur ini dalam keadaan hati remuk redam dan
hancur berkeping-keping, menyesali dosanya terhadap isteri Uria; lalu
ia pun datang kepada Tuhan. "Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar!"
(Mazmur 51:3). Inilah korban yang berkenan kepada Tuhan. Tak ada yang
lebih berharga di mata Tuhan kecuali hati yang hancur dan pertobatan, "Sebab Engkau tidak berkenan kepada korban sembelihan; sekiranya kupersembahkan korban bakaran, Engkau tidak menyukainya." (Mazmur 51:18).
Masih banyak orang Kristen yang datang kepada Tuhan (berdoa) tanpa
pernah merasakan hati hancur, doa yang dinaikkan tidak lahir dari lubuk
hatinya yang terdalam
Hidup menyimpang dari jalan Tuhan dianggap biasa sehingga penyesalan diri pun tiada; janganlah kita demikian.